20/08/2009 |
SMK Bisa! BSN Yes! Itulah yel sederhana namun luar biasa memberi semangat bagi peserta sarasehan guru SMK. Sebagaimana program yang sedang digalakkan oleh pemerintah bahwa SMK Bisa! Siap kerja, Cerdas, dan kompetitif. Sarasehan yang diselenggarakan pada Rabu, 19 Agustus 2009 di Menara Peninsula merupakan kerjasama BSN dengan Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta. Sarasehan diikuti lebih dari 50 guru Sekolah Menengah Kejuruang se-Jabodetabek dengan berbagai program keahlian (kelistrikan, bisnis dan manajemem, tata boga, hotel dan pariwisata, dsb). Sarasehan yang bertema ”Peran Standar di Lingkungan Sekolah Kejuruan” ini dibuka oleh Dewi Odjar, Deputi bidang Informasi dan Pemasyarakatan Standardisasi BSN. Dalam pemaparan sambutan, Peran Standar di Era Perdagangan Global, dewi odjar menyampaikan posisi peran BSN dengan BSNP (Badan Standar Nasional pendidikan) dan BNSP (Badan Nasional Sertifikasi Profesi). Selain itu juga disampaikan mengenai perkembangan dunia saat ini (globalisasi) yang tidak mengenal lagi batas-batas negara (borderless) menuntut kualitas sumber daya manusia yang mampu berkompetisi, baik secara lokal maupun global. Selain itu, satu hal yang penting adalah standar menjadi bahasa kedua setelah uang dan menjadi ”alat perang” dalam pasar global. Untuk itu, lulusan SMK yang diharapkan menjadi tenaga kerja siap pakai atau menjadi wirausaha minimal tahu akan arti pentingnya dan peranan standar, walaupun sebenarnya lebih dari itu, standar juga merupakan bagian dari keahlian yang harus dikuasai, misal SNI 04-0225-2000 tentang Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL 2000) bagi SMK Program keahlian Kelistrikan. Sarasehan juga diisi oleh 3 pembicara yaitu oleh Tisyo Haryono (Kepala Pusdikmas Standardisasi), Slamet Widodo (mewakili Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta), Prof. Syamsir Abduh (Praktisi pendidikan – Usakti). Tisyo Haryono dalam pemaparannya, Standardisasi Nasional, menyampaikan mengenai perkembangan Standar Nasional Indonesia, manfaat penerapannya, dan kasus-kasus terkini tentang SNI (Tabung Gas, Helm, Ban Kendaraan Bermotor). Slamet Widodo melalui pemaparannya, Potret SMK,menyampaikan mengenai perkembangan SMK di Lingkungan Provinsi DKI Jakarta yang jumlah sudah mencapai 582 SMK, dengan komposisi 62 SMK Negeri, 520 SM Swasta. Selain itu, disampaikan juga mengenai hasil penelitian para ahli bahwa ternyata Natural Resources (Sumber Daya Alam) hanya 10% pengaruhnya terhadap keunggulan suatu negara. Justru faktor pengaruh dominannya adalah Inovasi (45%), Networking(25%), dan Teknologi (20%). Pembicara terakhir, Prof. Syamsir Abduh, dalam pemaparannya, Penerapan Standar pada Sekolah Kejuruan, menyampaikan bahwa benar standar begitu penting bagi kehidupan kita, tanpa kita sadari bahwa standar merupakan bagian hidup kita, dari bangun tidur sampai tidur lagi, sejak dilahirkan sampai meninggal, masuk liang lahat yang ukurannya standar 2 x 1 m. Disampaikan juga bahwa penguasaan standar oleh lulusan SMK akan menjadi value atau nilai tambah sehingga seharusnya standar seharusnya sudah menjadi kebutuhan untuk diajarkan di SMK. Pada sesi akhir, sarasehan diwarnai dengan diskusi hangat, diantaranya mengenai fakta penerapan SNI yang masih rendah (bahkan untuk SNI wajib sekalipun) ditambah dengan ”kenakalan” produsen yang banyak merugikan konsumen yang masih lemah posisinya, keadaan tersebut diperparah dengan law enforcement(penegakan hukum) yang masih rendah. Menjawab hal tersebut, Prof. Syamsir Abduh menyampaikan bahwa penerapan standar pada dasarnya voluntary karena standar adalah kebutuhan, konsumen yang seharusnya cerdas dan aware akan standar dengan mengkonsumsi produk yang sesuai SNI, gaya hidup ini pada akhirnya akan menjadi seleksi pasar sehingga produk yang tidak sesuai standar (yang merugikan konsumen) dengan sendirinya akan kalah bersaing. Tisyo Haryono menambahkan bahwa kewajiban pemerintah untuk melindungi konsumen dari produk yang tidak sesuai standar (merugikan konsumen) dilakukan oleh BPOM dan Badan Pengawasan Barang Beredar Depdag RI. Diskusi lainnya adalah mengenai sertifikasi ISO 9001 yang mahal, seperti diketahui sertifikasi ISO 9001 sedang marak di lingkungan pendidikan. Menjawab hal ini, Prof. Syamsir Abduh menyampaikan bahwa hal tersebut terjadi karena sertifikasi dilatarbelakangi dengan ”paksaan”setidaknya hal ini dapat dilihat dari kecenderungan bahwa yang dicari adalah sertifikatnya bukan penerapan sistemnya. Sertifikasi ISO 9001 akan mudah bahkan datang dengan sendirinya jika penerapannya didasarkan pada 2 aspek, yaitu quality culture (direalisasikan dalam quality planning, quality control, dan quality assurance) dan Komitmen manajemen puncak. Lebih dari itu penerapannya akan memberikan dampak (valuedan manfaat) lebih jika dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk sertifikasi. Melalui sarasehan ini, selain meningkatkan awareness guru SMK tentang standar dan ikut ”menularkannya” dengan mengajarkan standar bagi peserta didik, juga diharapkan ikut mewarnai pengembangan SNI sehingga selain lulusan SMK mendapat valuekarena ”melek” standar, juga SNI menjadi semakin berkualitas (menjawab kebutuhan). SMK Bisa! BSN Yes! |
0 komentar:
Posting Komentar